Senin, 16 April 2012

SEJARAH MELIPUTI PRA MODIFIKASI DAN MODIFIKASINYA

SEJARAH MELIPUTI PRA MODIFIKASI DAN MODIFIKASINYA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ilmu hadist

oleh :

kelompok 3

Annisa Sundari Nur Hidayati 1211702005

Awijaya 1211702010

Fitri Jatmika Purnama Sari 1211702028

Fitriyani Elia Purwati 1211702029

Imas Fartillah 1211702038



UIN.png


JURUSAN BIOLOGI II/A

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2012

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad saw. Berkat karunia yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada rekan-rekan yang senantiasa memberikan dorongan dan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran yang berlipat ganda, ”Amiin”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang membahas tentang “Sejarah Hadits Meliputi Pramodifikasi dan Modifikasinya”. Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang diberikan akan kami sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi Hadits

Pada abad pertama Hijriah sampai hingga akhir abad petama Hijriah, hadist-hadist itu berpindah dari mulut kemulut, masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hapalannya. Saatitu mereka belum mempunyai motif yang kuat untuk membukukan hadist, karna hapalan mereka terkenal kuat.

Namun demikian, upaya perubahan dari hapalan menjadi tulisan sebenarnya sudah bekembang disaat masa Nabi. Setelah Nabi wafat, pada masa Umar Bin Khattab menjadi Khalifah ke-2 juga merencanakan meghimpun hadist-hadist Rasul dalam satu kitab, namun tidak diketahui mengapa niat itu batal atau urung dilaksanakan.

Dikala kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 Hijriah, seorang khalifah dari Dinasti Umaiyahyang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dikenal sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergerak hatinya membukukan hadist karna diakhawatir para perawi yang membendaharakan hadist didalam dadanyatelah banyak yang meninggal, apabila tidak dibukukan akan lenyap dandibawa oleh para penghafalnya kedalam alam barzah dan juga semakin banyak kegiatan pemalsuan hadist yang dilakukan yang dilatarbelakangngi oleh perbedaan politik dan perbedaan mazhab dikalanganumat islam dan semakin luasnya daerah kekuasaan islam maka semakin komplek juga permasalahan yang dihadapi umat islam.

II. Tujuan

Ø Mengetahui sejarah hadits dalam pramodifikasi dan modifikasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hadis Meliputi Pramodifikasi dan Modifikasi

Sejarah Perkembangan Hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan dan pengalaman umat dari generasi ke generasi. Para ulama Muhadisin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Dan dalam beberapa periode tersebut ada yang termasuk pramodifikasi (sebelum dibukukan) dan ada juga yang termasuk modifikasi (setelah dibukukan). Salah satunya M. Hasbi Asy-Shiedqie membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi saw., hingga sekarang yaitu sebagai berikut :

1. Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.,

Periode ini disebut ‘Ashr Al-Wahyi wa At- Taqwin’ (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), af’al dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat dan membentuk masyarakat islam.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi saw. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi.

Pada masa Nabi saw., kepandaian baca tulis dikalanag para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi mencanangkan untuk menghapal, memelihara, mematerikan dan memantapkan hadis dalam kehidupan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.

Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi, bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Berikut adalah nama-nama sahabat yang menulis hadis:

a. ‘Abdulallah Ibn Amr ‘Ash,

b. Ali bin Abi Thalib,

c. Anas bin Malik

Di samping itu, ketika Nabi saw. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan dakwah pembinaan umat, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah Islamiyah kepada para Raja dan kabilah, baik di timur, utara dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi saw., telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.

Namun meskipun begitu, di antara sahabat Nabi menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah. Mereka beralasan :

اَنّ َرسول الله صلىّ الله عليه و سلّم قال : لا تكتبوا عنّي و من كتب عنّي غير االقران فليمحه ُ. (رواه مسلم)

Rasulullah telah bersabda,”Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku. Dan barang siapa yang telah menulis sesuatu dariku sesuatu selain Al-Quran hendaklah ia menghapusnya.” (H. R. Muslim)

Dari hal tersebut, Abdullah bertanya kepada Nabi. Dan Nabi pun bersabda,

اكتب عنّي فوالّذي نفسي بيده ما خرج من فمي الاّ حقّ

“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa Rasulullah tidak menghalangi usaha para sahabat untuk menulis hadis secara tidak resmi. Mereka memahami hadis Rosul bahwa larangn Nabi menulis ditujukkan pada meraka yang dikhawatirkan akan mencampuradukkan hadis dan Al-Quran. Adapun izin hanya diberikan pada meraka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukkan hadis dengan Al-Quran. Oleh karena itu, setelah Al-Quran ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula dua hadis Rasulullah diatas tidak ada pertentangan manakala kita memahami bahwa larangn itu hanya berlaku untuk orang-orang tertentu yang dikhawatirkan mencampurkan Al-Quran dan Hadis, dan mereka yang mempunyai ingatan atau kuat hapalannya. Izin menulis hadis diberikan kepada mereka yang hanya menulis sunah untuk diri sendiri dan mereka yang tidak kuat ingat ingatan dan hapalannya.

2. Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin (11 H-40 H);

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al Riwayah’ (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalakan dua pegngan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.

Pada masa Khlifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.

Dalam praktiknya ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis yakni :

a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi saw., yang mereka hapal benar lafazh dari nabi.

b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari nabi saw.

3. Perkembangan Hadis pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin;

Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar’ (Masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintah dan penyebaran ilmu hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw., diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar sudah yang tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah :

a. Abu Hurairoh

b. Abdullah bin Umar

c. Aisyah, istri Rasul saw.

d. Abdullah Ibn Abbas

e. Jabir Ibn Abdullah

f. Abu Said Al-Khudri

Pada periode ini mulai muncul usaha pemalsuan hadis oleh orang-oarang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan ‘Ali bin Abi Thalib, yang kemudian hari dinamakan golongan syiah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu’awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah saw., untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya pada masyarakat.

4. Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah;

Periode ini disebut ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (Masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penullisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi saw., yakni mereka tidak hanya membukukan hadis, tetapi fatwa sahabat pun dimasukan kedalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu,mauquf, dan maqthu’.

5. Perkembangan Hadis pada Masa Men-shahih­-kan Hadis dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya;

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuaan hadis. Sesudah kitab-kitab Ibn Juraij, kitab Muthawaththa –Al Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut gembira, kemauan menghapal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailahahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain dan sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.

Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis yang terdapat di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi ke kota lain untuk Kepentingan pengumpulan hadis. Imam Bukhori membuat terobosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhori terus menjelajah ya. menyiapkan kitab shahih.

6. Perkembangan Hadyis dari Abad IV hingga Tahun 656 H;

Periode keenam dimulai dari abad enam hingga 656 H, yaitu pada masa Abasyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi wa Al-Fami.

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :

a. Mengumpulkan hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab diantara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah kitab Al-Fami’ Bain Ash-Shahihani oleh Ismail Muhamad Ibn Nashir Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhamad Ibn Abdul Haq Al-Asyibily(582 H).

b. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.

Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin Muawiyah, Al-Fami’ oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asyibily, yang terkenal dengan nama Ibn Kharrat (582 H).

c. Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab adalah :

1). Mashabih Ash-Sunah oleh Al-Imam Husain Ibn Masud Al-Baghawi (516 H).

2). Fami’ul Masanid Wal Alqab, oleh Abdur Rahman Ibn Ali Aljauzy (597 H) Bahrul Assanid, oleh Al-Hafidh A-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (491 H).

d. Mengumpulkan hadist-hadist hukum dan menyusun kitab-kitab Athraf.

Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadist hukum adalah :

1) Muntaqal Akhbar, oleh Majduddin Ibn Taimiyah Al-Harrany (652 H);

2) As-Sunanul Kubra oleh Al-Baihaqy (458 H);

3) Al-Ahkamus Sughra, oleh Al-Hafiz Abu Muhammad Abdul Haqq AS-asybily (ibnu kharrat) (582 H);

4) Umdatul Ahkam, oleh Abdul Ghany al-Maqdisy (600 H)

Di samping itu, muncul kitab-kitab Athraf, antara lain:

1) Athrafu’ Ash-Shahihain oleh Ibrahim Ad-Dimasyqi (400 H)

2) Atrafu Ash-Shahihain oleh Abu Muhammad Khalf Ibn Muhammad Al-Wasithy (401 H)

3) Atrafu as-Shahihain oleh Abu Nu’aim Ahmad Ibn Abdillah Al-Asfahani (430 H) dan lain-lain

7. Perkembangan Hadis dari Tahun 656 H-Sekarang.

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu’tasim (w. 656 H) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al-jami’ wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pengtahrijan, dan pembahassan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitksn isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun 6 kitab tahrij, serta membuat kitab-kitab jami’ yang umum.

Pada periode ini di susun kitab-kitab zawa’id yaitu usaha mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu, diantaranya kitab zawa’’id sususnan ibnu Majah, kitab zawai’id As-Sunan Al-Kubra di susun oleh Al-Bushiri, dan masih banyak lagi kitab Zawa’id yang lain.

BAB III

KESIMPULAN

Sejarah hadits terbagi menjadi dua periode, yaitu pramodifikasi (masa sebelum pembukuan) dan modifikasi (masa sesudah pembukuan). Pramodifikasi terdiri dari perkembangan hadits pada masa Rasulullah SAW, perkembangan hadits pada masa khulafaurrasyiddin, perkembangan pada masa sahabat kecil dan tabi’in. Pada masa modifikasi terdiri dari, perkembangan hadits pada Abad II dan III Hijriah, pada masa men-tashih-kan hadits dan penyusunan kaidah-kaidahnya, dari abad ke IV hingga tahun 656 H, dari 656 H hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Amar. 2010. Makalah Ulumul Hadist. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/7575777/Makalah-Ulumul-hadist- diakses tanggal 15 April 2012

Hendra, Putra. 2010. Makalah. Tersedia: http://pillyanggoo.blogspot.com/- diakses tanggal 15 April 2012

Rahman, Fatchur. 1970. Ikhtisar Mustolahul hadist. Yogyakarta: PT Alma’arif

Salahudin, Agus. 2008. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia.

Minggu, 15 April 2012

sejarah hadist meliputi pra modifikasi dan modifikasinya

SEJARAH MELIPUTI PRA MODIFIKASI DAN MODIFIKASINYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ilmu hadist

oleh :
kelompok 3
Annisa Sundari Nur Hidayati 1211702005
Awijaya 1211702010
Fitri Jatmika Purnama Sari 1211702028
Fitriyani Elia Purwati 1211702029
Imas Fartillah 1211702038











JURUSAN BIOLOGI II/A
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012



KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad saw. Berkat karunia yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada rekan-rekan yang senantiasa memberikan dorongan dan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah SWT membalas dengan ganjaran yang berlipat ganda, ”Amiin”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang membahas tentang “Sejarah Hadits Meliputi Pramodifikasi dan Modifikasinya”. Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang diberikan akan kami sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.












BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi Hadits
Pada abad pertama Hijriah sampai hingga akhir abad petama Hijriah, hadist-hadist itu berpindah dari mulut kemulut, masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hapalannya. Saatitu mereka belum mempunyai motif yang kuat untuk membukukan hadist, karna hapalan mereka terkenal kuat.
Namun demikian, upaya perubahan dari hapalan menjadi tulisan sebenarnya sudah bekembang disaat masa Nabi. Setelah Nabi wafat, pada masa Umar Bin Khattab menjadi Khalifah ke-2 juga merencanakan meghimpun hadist-hadist Rasul dalam satu kitab, namun tidak diketahui mengapa niat itu batal atau urung dilaksanakan.
Dikala kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 Hijriah, seorang khalifah dari Dinasti Umaiyahyang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dikenal sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergerak hatinya membukukan hadist karna diakhawatir para perawi yang membendaharakan hadist didalam dadanyatelah banyak yang meninggal, apabila tidak dibukukan akan lenyap dandibawa oleh para penghafalnya kedalam alam barzah dan juga semakin banyak kegiatan pemalsuan hadist yang dilakukan yang dilatarbelakangngi oleh perbedaan politik dan perbedaan mazhab dikalanganumat islam dan semakin luasnya daerah kekuasaan islam maka semakin komplek juga permasalahan yang dihadapi umat islam.

II. Tujuan
 Mengetahui sejarah hadits dalam pramodifikasi dan modifikasi



BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hadis Meliputi Pramodifikasi dan Modifikasi
Sejarah Perkembangan Hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan dan pengalaman umat dari generasi ke generasi. Para ulama Muhadisin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Dan dalam beberapa periode tersebut ada yang termasuk pramodifikasi (sebelum dibukukan) dan ada juga yang termasuk modifikasi (setelah dibukukan). Salah satunya M. Hasbi Asy-Shiedqie membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi saw., hingga sekarang yaitu sebagai berikut :
1. Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.,
Periode ini disebut ‘Ashr Al-Wahyi wa At- Taqwin’ (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), af’al dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat dan membentuk masyarakat islam.
Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi saw. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi.
Pada masa Nabi saw., kepandaian baca tulis dikalanag para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi mencanangkan untuk menghapal, memelihara, mematerikan dan memantapkan hadis dalam kehidupan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi, bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Berikut adalah nama-nama sahabat yang menulis hadis:
a. ‘Abdulallah Ibn Amr ‘Ash,
b. Ali bin Abi Thalib,
c. Anas bin Malik
Di samping itu, ketika Nabi saw. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan dakwah pembinaan umat, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah Islamiyah kepada para Raja dan kabilah, baik di timur, utara dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi saw., telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.
Namun meskipun begitu, di antara sahabat Nabi menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah. Mereka beralasan :
اَنّ َرسول الله صلىّ الله عليه و سلّم قال : لا تكتبوا عنّي و من كتب عنّي غير االقران فليمحه ُ. (رواه مسلم)

Rasulullah telah bersabda,”Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku. Dan barang siapa yang telah menulis sesuatu dariku sesuatu selain Al-Quran hendaklah ia menghapusnya.” (H. R. Muslim)
Dari hal tersebut, Abdullah bertanya kepada Nabi. Dan Nabi pun bersabda,
اكتب عنّي فوالّذي نفسي بيده ما خرج من فمي الاّ حقّ
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran.
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa Rasulullah tidak menghalangi usaha para sahabat untuk menulis hadis secara tidak resmi. Mereka memahami hadis Rosul bahwa larangn Nabi menulis ditujukkan pada meraka yang dikhawatirkan akan mencampuradukkan hadis dan Al-Quran. Adapun izin hanya diberikan pada meraka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukkan hadis dengan Al-Quran. Oleh karena itu, setelah Al-Quran ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula dua hadis Rasulullah diatas tidak ada pertentangan manakala kita memahami bahwa larangn itu hanya berlaku untuk orang-orang tertentu yang dikhawatirkan mencampurkan Al-Quran dan Hadis, dan mereka yang mempunyai ingatan atau kuat hapalannya. Izin menulis hadis diberikan kepada mereka yang hanya menulis sunah untuk diri sendiri dan mereka yang tidak kuat ingat ingatan dan hapalannya.

2. Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyidin (11 H-40 H);
Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al Riwayah’ (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalakan dua pegngan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.
Pada masa Khlifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.
Dalam praktiknya ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis yakni :
a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi saw., yang mereka hapal benar lafazh dari nabi.
b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari nabi saw.
3. Perkembangan Hadis pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin;
Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar’ (Masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintah dan penyebaran ilmu hadis.
Para sahabat kecil dan tabiin ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw., diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar sudah yang tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah :
a. Abu Hurairoh
b. Abdullah bin Umar
c. Aisyah, istri Rasul saw.
d. Abdullah Ibn Abbas
e. Jabir Ibn Abdullah
f. Abu Said Al-Khudri
Pada periode ini mulai muncul usaha pemalsuan hadis oleh orang-oarang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan ‘Ali bin Abi Thalib, yang kemudian hari dinamakan golongan syiah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu’awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah saw., untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya pada masyarakat.
4. Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah;
Periode ini disebut ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (Masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penullisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi saw., yakni mereka tidak hanya membukukan hadis, tetapi fatwa sahabat pun dimasukan kedalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu,mauquf, dan maqthu’.
5. Perkembangan Hadis pada Masa Men-shahih¬-kan Hadis dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya;
Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuaan hadis. Sesudah kitab-kitab Ibn Juraij, kitab Muthawaththa –Al Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut gembira, kemauan menghapal hadis, mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailahahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain dan sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.
Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis yang terdapat di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi ke kota lain untuk Kepentingan pengumpulan hadis. Imam Bukhori membuat terobosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhori terus menjelajah ya. menyiapkan kitab shahih.
6. Perkembangan Hadyis dari Abad IV hingga Tahun 656 H;
Periode keenam dimulai dari abad enam hingga 656 H, yaitu pada masa Abasyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi wa Al-Fami.
Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah :
a. Mengumpulkan hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab diantara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah kitab Al-Fami’ Bain Ash-Shahihani oleh Ismail Muhamad Ibn Nashir Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhamad Ibn Abdul Haq Al-Asyibily(582 H).
b. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.
Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin Muawiyah, Al-Fami’ oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asyibily, yang terkenal dengan nama Ibn Kharrat (582 H).
c. Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab adalah :
1). Mashabih Ash-Sunah oleh Al-Imam Husain Ibn Masud Al-Baghawi (516 H).
2). Fami’ul Masanid Wal Alqab, oleh Abdur Rahman Ibn Ali Aljauzy (597 H) Bahrul Assanid, oleh Al-Hafidh A-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (491 H).
d. Mengumpulkan hadist-hadist hukum dan menyusun kitab-kitab Athraf.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadist hukum adalah :
1) Muntaqal Akhbar, oleh Majduddin Ibn Taimiyah Al-Harrany (652 H);
2) As-Sunanul Kubra oleh Al-Baihaqy (458 H);
3) Al-Ahkamus Sughra, oleh Al-Hafiz Abu Muhammad Abdul Haqq AS-asybily (ibnu kharrat) (582 H);
4) Umdatul Ahkam, oleh Abdul Ghany al-Maqdisy (600 H)
Di samping itu, muncul kitab-kitab Athraf, antara lain:
1) Athrafu’ Ash-Shahihain oleh Ibrahim Ad-Dimasyqi (400 H)
2) Atrafu Ash-Shahihain oleh Abu Muhammad Khalf Ibn Muhammad Al-Wasithy (401 H)
3) Atrafu as-Shahihain oleh Abu Nu’aim Ahmad Ibn Abdillah Al-Asfahani (430 H) dan lain-lain
7. Perkembangan Hadis dari Tahun 656 H-Sekarang.
Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu’tasim (w. 656 H) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al-jami’ wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pengtahrijan, dan pembahassan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitksn isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun 6 kitab tahrij, serta membuat kitab-kitab jami’ yang umum.
Pada periode ini di susun kitab-kitab zawa’id yaitu usaha mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu, diantaranya kitab zawa’’id sususnan ibnu Majah, kitab zawai’id As-Sunan Al-Kubra di susun oleh Al-Bushiri, dan masih banyak lagi kitab Zawa’id yang lain.












BAB III
KESIMPULAN
Sejarah hadits terbagi menjadi dua periode, yaitu pramodifikasi (masa sebelum pembukuan) dan modifikasi (masa sesudah pembukuan). Pramodifikasi terdiri dari perkembangan hadits pada masa Rasulullah SAW, perkembangan hadits pada masa khulafaurrasyiddin, perkembangan pada masa sahabat kecil dan tabi’in. Pada masa modifikasi terdiri dari, perkembangan hadits pada Abad II dan III Hijriah, pada masa men-tashih-kan hadits dan penyusunan kaidah-kaidahnya, dari abad ke IV hingga tahun 656 H, dari 656 H hingga sekarang.


DAFTAR PUSTAKA
Amar. 2010. Makalah Ulumul Hadist. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/7575777/Makalah-Ulumul-hadist- diakses tanggal 15 April 2012
Hendra, Putra. 2010. Makalah. Tersedia: http://pillyanggoo.blogspot.com/- diakses tanggal 15 April 2012
Rahman, Fatchur. 1970. Ikhtisar Mustolahul hadist. Yogyakarta: PT Alma’arif
Salahudin, Agus. 2008. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia.