Selasa, 20 Juli 2010

Definisi pendidikan

1.Definisi Pendidikan menurut Kamus Bahasa Arab
Lafal At-Tarbiyah (pendidikan) berasal dari tiga kata:
a. Raba yarbu yang berarti: bertambah dan tumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT.:
فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ مَا آَتَيْتُمْ
“Dan suatu riba (tambahan) yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” (Q.S ar-Rum : 39)

b. Rabiya yarba dengan wazn (bentuk) khafiya yakhfa, berarti : menjadi besar. Atas dasar makna inilah Ibnul A’rabi mengatakan :
ﺒﻣﮑﺔ ﻣﻧﺰ ﻠﻲ ﻮﺒﻬﺍ ﺮﺒﻴﺖ # ﻓﻣﻥ ﻴﻚ ﺴﺍ ﺋﻼ ﻋﻧﻲ ﻔﺍ ﻧﻲ

“Jika orang bertanya tentang diriku, maka mekkah adalah tempat tinggalku dan disitulah aku dibesarkan.”
c.Rabba yarubbu dengan wazn (bentuk) madda yamuddu, berarti memperbaiki,menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Kata Ibnu Mandhur, “Rabbabtul amra-arubbuhu rabban wa rababan, berarti aku memperbaiki dan mengokohkan perkara itu”.
2.Definisi Pendidikan menurut Para Ahli
Ahli filsafat Yunani yang terkenal, Plato mengatakan pendidikan itu berarti memberi keindahan dan kesempurnaan yang mungkin diberikan kepada jasmani dan rohani. Dilihat dari penjelasan yang diberikan oleh orang berat, dan dapat difahami bahwa pendidikan itu menurut mereka hanya sebagai proses melatih akal, jasmani dan moral supaya dapat membentuk manusia yang baik.
Sedangkan menurut pandangan Islam, pendidikan mempunyai pengertian yang lebih luar biasa dari pada itu. Seperti pendapat-pendapat dibawah ini:
1. Prof.Hasan Langgulung (1987) menegaskan bahwa pendidikan itu sebagai usaha untuk merubah dan memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu masyarakat melalui berbagai proses. Proses pemindahan itu disebut pengajaran, latihan dan indoktrinasi. Pemindahan nilai-nilai melalui pengajaran maksudnya adalah memindahkan pengetahuan dari satu individu kepada individu yang lain, dan latihan maksudnya adalah membiasakan diri melakukan sesuatu untuk memperoleh kemahiran, sementara indoktrinasi maksudnya menjadikan seseorang dapat meniru apa yang dilakukan oleh orang lain. Ketiganya ini berjalan bersamaan didalam masyarakat kuno dan modern.
2. Dr.Yusuf Al-Qardawi (1980) mendefinisikan pendidikan sebagai pendidikan bagi semua aspek termasuk akal, hati, rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Yang tujuannya untuk membuat manusia yang mampu menghadapi baik dan buruknya didalam masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Islam adalah satu proses untuk merubah, melatih, dan mendidik akal, jasmani, dan rohani manusia dengan berasaskan nilai-nilai Islam yang bersumberkan wahyu untuk melahirkan insan yang bertaqwa dan taat kepada Allah SWT. untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara, mengajar, dan menjaga. Sedangkan menurut istilah pendidikan adalah suatu proses yang terus menerus yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara pertumbuhan jasmani dan rohani manusia dengan rapi agar dapat melahirkan orang yang berilmu, baik tingkah laku maupun nilai budaya dikalangan masyarakat.
Pendidikan didalam Islam ada beberapa macam, diantaranya:
1.Al-Imaniyah (pendidikan iman)
2.Al-Khuluqiyah (pendidikan akhlak)
3.Al-Jismiah (pendidikan jasmani)
4.Al-Aqiliyah (pendidikan mental)
5.Al-Nafsiyah (pendidikan jiwa)
6.Al-Ijtima’iyah (pendidikan sosial)
7.Al-Jinsiyah (pendidikan seks)

Secara umum pendidikan Islam mempunyai corak yang bernafaskan agama dan moral, ini terlihat pada kenyataan bahwa Al-Ghazali tidak mengabaikan masalah duniawi. Hanya saja masalah-masalah duniawi itu sebagai sarana meraih kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih abadi dan utama.

Pendidikan menurut Pandangan Imam Al-Ghazali

1. Kategorisasi pengetahuan
Hadits Nabi yang berbunyi “Talabu al-‘ilmi faridah ‘ala kulli muslim” setelah itu baru menjelaskan pada apa yang ia maksud dengan ilmu yang fardlu ‘ain, yaitu ilmu yang meliputi ilmu teologi seperlunya hingga ia yakin tentang Allah SWT., kemudian ilmu syari’at hingga ia paham akan apa yang harus ditinggalkan dan apa yang harus dilakukan selebihnya menurutnya adalah fardlu kifayah.
Sedangkan ilmu yang tidak pantas dipelajari bagi al-Ghazali adalah ilmu yang dapat menyesatkan kita seperti ilmu sihir dan ilmu nujum (ramalan), dan filsafat. Tapi beliau masih memberi toleransi dengan mengatakan seperlunya saja demi kebaikan. Seperti ilmu nujum untuk mengetahui letak kiblat, filsafat hanya dalam dasar untuk keperluan kedokteran dan matematika.

2. Etika Belajar
Sedangkan dalam etika belajar, Al-Ghazali menjelaskan ada 10 hal yang harus dilakukan oleh seorang pelajar yaitu:
a. Membersihkan jiwa dari kejelekan akhlak, dan keburukan sifat karena ilmu itu adalah ibadahnya hati, shalat secara samar dan kedekatan batin dengan Allah SWT.

b.Menyedikitkan hubungan dengan sanak keluarga dari hal keduniawian dan menjauhi keluarga serta kampung halamannya. Hal ini menurut Al-Ghazali agar seorang pelajar bisa konsentrasi dengan apa yang menjadi fokusnya.
c.Tidak sombong terhadap ilmu dan pula menjauhi tindakan terpuji terhadap guru. Bahkan menurut Al-Ghazali seorang pelajar haruslah menyerahkan segala urusannya pada sang guru seperti layaknya seorang pasien yang menyerahkan segala urusannya pada dokter.
d.Menjaga diri dari mendengarkan perselisihan yang terjadi diantara manusia, karena hal itu dapat menyebabkan kebingungan, dan kebingungan pada tahap selanjutnya dapat menyebabkan pada kemalasan.
e.Tidak mengambil ilmu terpuji selain mendalaminya hingga selesai dan mengetahui hakikatnya. Karena keberuntungan melakukan sesuatu itu adalah menyelami (tabahhur) dalam sesuatu yang dikerjakannya.
f.Janganlah mengkhusukan pada sesuatu macam ilmu kecuali untuk tertib belajar.
g.Jangan terburu-buru atau tergesa-gesa kecuali kita telah menguasai ilmu yang telah dipelajari sebelumnya. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah sistematik, satu bagian saling terkait dengan bagian yang lainnya.
h.Harus mengetahui sebab-sebab lebih mulianya suatu disiplin ilmu dari pada yang lainnya.
i.Pelurusan tujuan pendidikan hanya karena Allah SWT. dan bukan karena harta dan lain sebagainya.
j.Harus mengetahui mana dari suatu disiplin ilmu yang lebih penting (yu’atsar al-Rafi’ al-Qarib ‘ala al-Baid)

3. Etika Mengajar
a.Memperlakukan para murid dengan kasih sayang seperti anaknya sendiri.
b.Mengikuti teladan Rasul, tidak mengharap upah, balasan ataupun ucapan terima kasih (ikhlas).
c.Jangan lupa menasihati murid tentang hal-hal yang baik.
d.Jangan lupa menasihati murid dan mencegahnya dari akhlak tercela, tidak secara terang-terangan tapi hendaknya gunakan sindiran. Jangan lupa untuk mengerjakannya terlebih dahulu karena pendidikan dengan sikap dan perbuatan jauh lebih efektif daripada perkataan.
e.Jangan menghina disiplin ilmu lain.
f.Terangkanlah dengan kadar kemampuan akal murid. (Hal inilah yang dibuat dalam balaghah sebagai kefashihan).
g.Hendaknya seorang guru harus mengajar muridnya yang pemula dengan pelajaran yang simpel dan mudah dipahami, karena jika pelajarannya terlalu muluk-muluk maka hal tersebut akan membuat murid merasa minder dan tidak percaya diri.
h.Seorang guru harus menjadi orang yang mengamalkan ilmunya.